Cara Mentalqin Mayit
Bagaimana cara mentalqin mayit?
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Dianjurkan bagi orang yang hendak meninggal, agar ditalqin oleh mereka yang ada di sekitarnya.
Dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan,
لَقِّنُوا مَوْتَاكُمْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّه
Lakukanlah talqin untuk orang yag mau meninggal di tengah kalian, agar mengucapkan “laa ilaaha illallaah.” (HR. Muslim 2162, Nasai 1837 dan yang lainnya).
Tujuan disyariatkan talqin, agar kalimat terakhir yang terucap dari mayit adalah kalimat laa ilaaha illallaah..
Dari Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَ آخِرُ كَلاَمِهِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ
“Siapa yang kalimat terakhirnya laa ilaaha illallaah maka akan masuk surga.” (HR. Ahmad 22684, Abu Daud 3118 dan yang lainnya).
Kemudian ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait talqin,
Pertama, hendaknya yang metalqin mayit adalah orang yang dicintai mayit atau yang dipercaya mayit
Misalnya, istri atau suaminya, anaknya, orang tuanya, saudara dekatnya, keponakannya, atau yang lainnya.
Tujuannya agar calon mayit semakin yakin bahwa yang disampaikan orang ini adalah kebaikan.
Karena itu, terkadang setan datang menggoda manusia di akhir hayatnya, untuk menyesatkan mereka. Datang dengan menampakkan diri seperti orang tuanya.
Abdullah putra Imam Ahmad menceritakan,
Saya meghadiri proses kematian ayahku, Ahmad. Beliau terkadang pingsan, terkadang siuman. Tiba-tiba beliau berisyarat dengan tangannya, “Tidak, tidak benar…. Tidak, tidak benar….” Beliau lakukan ini berkali-kali.
Ketika sadar, aku tanya kepada beliau, “Apa yang terjadi pada ayah?” Jawab Imam Ahmad,
إن الشيطان قائم بحذائي عاض على أنامله ، يقول : يا أحمد فتني ، وأنا أقول : لا بعد ، لا بعد
Sesungguhnya setan berdiri di sampingku, sambil menggigit jariya, lalu dia mengatakan, “Ya Ahmad, aku tidak bisa menyesatkanmu.” Lalu aku jawab, “Tidak… tidak benar.”. (al-Qiyamah as-Sughra, hlm 16).
Kedua, hendaknya dilakukan dengan memperhatikan intensitas dalam mengajarkan kalimat laa ilaaha illallaah. Dalam arti, jangan terlalu sering yang bisa jadi membuat bosan si orang yang sakit. Termasuk ketika dia dalam kondisi sedang berontak, sebaiknya talqin sementara dihentikan.
Al-Qurthubi menceritakan,
Guruku, Abul Abbas Ahmad bin Umar pernah menjenguk Abu Ja’far di kordoba yang kala itu sedang sekarat. Ketika ditalqin, Laa ilaaha illallaah… tapi tiba-tiba dia berontak, “Tidak.. tidak.”
Setelah dia sadar, kami tanyakan hal itu kepadanya. Lalu dia mengatakan,
أتاني شيطانان عن يميني وعن شمالي ، يقول أحدهما : مت يهودياً فإنه خير الأديان ، والآخر يقول : مت نصرانياً فإنه خير الأديان ، فكنت أقول لهما : لا ، لا
Ada dua setan mendatangiku, di sebelah kanan dan kiriku. Yang satu mengajak, ‘Jadilah yahudi, karena itu agama terbaik.’ Sementara satunya mengajak, ‘Jadilah nasrani, karena itu agama terbaik.’ Akupun berontak, kukatakan, “Tidak.. tidak..” (al-Qiyamah as-Sughra, hlm. 16)
Ketiga, hindari orang yang bisa membuat calon mayit semakin resah.
Misalnya tangisan istrinya, tangisan anaknya yang menunjukkan kesedihannya dengan kematian suaminya atau ayahnya. Ini bisa membuat calon mayit semakin resah, sehingga dia lebih memikirkan keluarganya dari pada keselamatan akhiratnya. Bisa jadi ini akan menghalangi dia untuk mengucapkan laa ilaaha illallah…
Keempat, cara talqin adalah mengajak dia untuk mengucapkan kalimat tauhid, bukan mengulang-ulang ucapan ‘Laa ilaaha illallaah’ di sampingnya. Karena itu dalam talqin bisa kita iringi dengan janji baik, misalnya:
“Mari ucapkan laa ilaaha illallaah, insyaaAllah dapat surga”.
Dari Ibnul Musayib, dari ayahnya, beliau menceritakan,
Ketika Abu Thalib hendak meninggal dunia, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguknya dan di kamarnya ada Abu Jahal. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menawarkan,
أَىْ عَمِّ ، قُلْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ . كَلِمَةً أُحَاجُّ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ
Wahai Paman, ucapkanlah ‘Laa ilaaha illallaah’ satu kalimat yang akan aku jadikan sebagai pembela untuk paman kelak di hadapan Allah.
Mendengar ini, Abu Jahal menekan perut Abu Thalib sambil mengatakan,
“Apakah kamu membenci agama ayahmu, Abdul Muthalib?” ini terus diulang, hingga kalimat terakhir yang dia ucapkan adalah kalimat ini. (HR. Bukhari 3884, dan Nasai 2047).
Kelima, jika dia sudah berhasil mengucapkan laa ilaaha illallaah maka jangan mengajaknya bicara. Biarkan si calon mayit diam, dengan harapan kalimat terakhir adalah laa ilaaha illallaah. Dan jika dia bicara yang lain, maka talqin diulangi, sampai dia mengucapkan kalimat laa ilaaha illallaah.
Dari Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَ آخِرُ كَلاَمِهِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ
“Siapa yang kalimat terakhirnya laa ilaaha illallaah maka akan masuk surga.” (HR. Ahmad 22684, Abu Daud 3118 dan yang lainnya).
Keenam, Inti Talqin
Inti dari talqin adalah mengajak orang untuk kembali kepada tauhid yang benar. Karena itu, talqin bisa saja dilakukan untuk orang non muslim. Namun ajakannya bukan sebatas mengucapkan laa ilaaha illallaah tapi ajakan untuk bersyahadat atau masuk islam.
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, menceritakan,
Ada anak remaja Yahudi yang suka melayani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada saat dia sakit, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguknya. Beliau duduk di samping kepala anak Yahudi itu. Beliau tawarkan, “Mau masuk islam?”
Anak itupun melihat ke arah ayahnya yang ada di sampingnya – dengan maksud minta izin kepadanya –. Lalu ayahnya mengatakan,
“Taati Abul Qasim (Muhammad) shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Hingga anak ini masuk islam. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari rumah itu sambil mengucapkan,
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَنْقَذَهُ مِنَ النَّارِ
Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan dia dari neraka. (HR. Bukhari 1356, Abu Daud 3097)
Ketujuh, semua yang ada di sekitar calon mayit, tidak boleh mengucapkan kalimat apapun selain kebaikan. Karena ucapan mereka diaminkan malaikat.
Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا حَضَرْتُمُ الْمَرِيضَ أَوِ الْمَيِّتَ فَقُولُوا خَيْرًا فَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ يُؤَمِّنُونَ عَلَى مَا تَقُولُونَ
“Apabila kamu menjenguk orang sakit atau mayit maka ucapkanlah kalimat yang baik. Karena para malaikat mengaminkan apa yang kalian ucapkan.” (HR. Ahmad 27367, Muslim 2168, dan yang lainnya)
Kedelapan, tidak disyariatkan talqin di kuburan. Karena amal manusia setelah mati terputus. Sebagaimana hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Apabila anak Adam meninggal, maka terputus darinya semua amalan kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim 4310)
Yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk diucapkan setelah memakamkan adalah mendoakan mayit agar diampuni dan diberi kekuatan menjawab pertanyaan Malaikat.
Dari Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا فَرَغَ مِنْ دَفْنِ الْمَيِّتِ وَقَفَ عَلَيْهِ فَقَالَ « اسْتَغْفِرُوا لأَخِيكُمْ وَسَلُوا لَهُ التَّثْبِيتَ فَإِنَّهُ الآنَ يُسْأَلُ ».
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terbiasa, setelah memakamkan mayit beliau berdiri di sampingnya dan mengatakan, “Mintakanlah ampunan untuk saudara kalian dan mintalah agar dia diberi kekuatan menjawab pertanyaan malaikat, karena saat ini dia sedang ditanya.” (HR. Abu Daud 3223 dan dishahihkan al-Albani)
Allahu a’lam
Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/26276-cara-mentalqin-mayit.html